E 02 Raihan Bintang Wirayudha
Tugas Mandiri 01
Jurnal Refleksi Pribadi
Mata Kuliah: Pendidikan Kewarganegaraan
Topik Refleksi: Sikap sebagai Warga Negara dalam Konteks Kampus
Nama Mahasiswa: Raihan Bintang Wirayudha
NIM: 41822010095
Tanggal: 25 september 202
1. Pemahaman konsep
Menurut saya, kewarganegaraan aktif itu artinya bisa menyeimbangkan hak dan kewajiban di kampus. Jadi bukan cuma menuntut hak belajar dan berpendapat, tapi juga ikut menjaga etika, menghargai perbedaan, dan bikin suasana kampus tetap nyaman.
2. 🧍♂️ Pengalaman Pribadi
Saya pernah ikut organisasi kampus dan belajar kerja sama serta musyawarah. Di kelas, saya juga berusaha menghargai pendapat teman yang berbeda, dan kadang ikut kegiatan sosial seperti penggalangan dana. Dari situ saya merasa belajar tanggung jawab sosial
3. 💬 Refleksi Nilai
Nilai yang paling terasa di kampus menurut saya demokrasi, toleransi, dan tanggung jawab. Demokrasi saat diskusi kelas, toleransi saat berinteraksi dengan teman berbeda latar belakang, dan tanggung jawab saat peduli dengan sesama maupun lingkungan.
4. 🔍 Evaluasi Diri
Saya merasa sudah cukup baik dalam menghargai perbedaan dan menjaga hubungan dengan teman. Tapi saya masih kurang berani menyuarakan pendapat di forum, dan kurang konsisten ikut kegiatan kampus.
5. 🎯 Komitmen Ke Depan
Saya mau lebih aktif di kegiatan kampus dan berani menyampaikan ide dengan cara yang baik. Harapannya bisa jadi mahasiswa yang peduli, beretika, dan bermanfaat buat lingkungan kampus.
Tugas struktural 01
Refleksi Diri: Nilai Kebangsaan sebagai Arah Hidup Mahasiswa
Abstrak:
Nilai kebangsaan menjadi pedoman penting bagi mahasiswa dalam bersikap dan bertindak di kehidupan sehari-hari. Dalam era globalisasi yang penuh tantangan, mahasiswa dituntut untuk tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga memiliki rasa cinta tanah air, tanggung jawab sosial, dan semangat menjaga persatuan bangsa.
Kata Kunci:
Nilai kebangsaan, mahasiswa, nasionalisme, karakter, tanggung jawab
Pendahuluan
Mahasiswa adalah generasi penerus bangsa yang memiliki peran penting dalam menjaga keutuhan dan kemajuan Indonesia. Di tengah derasnya pengaruh budaya luar dan perkembangan teknologi, nilai-nilai kebangsaan seperti cinta tanah air, toleransi, dan gotong royong sering kali mulai luntur. Oleh karena itu, mahasiswa perlu menanamkan kembali semangat kebangsaan agar tetap berpijak pada jati diri bangsa.
Permasalahan
Banyak mahasiswa saat ini lebih terpengaruh gaya hidup modern daripada menanamkan nilai nasionalisme. Kurangnya kesadaran akan pentingnya kebersamaan, kedisiplinan, dan rasa tanggung jawab terhadap negara menjadi tantangan tersendiri. Hal ini menyebabkan menurunnya semangat bela negara dan kepedulian sosial.
Pembahasan
Nilai kebangsaan merupakan fondasi moral yang membentuk karakter generasi muda. Penerapan nilai-nilai tersebut bisa dimulai dari hal sederhana seperti menghargai perbedaan, menjunjung tinggi toleransi, dan aktif dalam kegiatan sosial.
Sebagai mahasiswa, menjaga sikap saling menghormati antar teman, menghargai keberagaman suku dan agama, serta berkontribusi positif dalam organisasi kampus adalah wujud nyata penerapan nilai kebangsaan.
Selain itu, partisipasi aktif dalam kegiatan akademik dan sosial juga menjadi bentuk tanggung jawab terhadap bangsa. Mahasiswa bukan hanya belajar demi diri sendiri, tetapi juga untuk kemajuan masyarakat dan negara.
Kesimpulan dan Saran
Nilai kebangsaan berperan penting sebagai kompas moral dalam kehidupan mahasiswa. Dengan menanamkan semangat nasionalisme, tanggung jawab, dan kepedulian sosial, mahasiswa dapat menjadi agen perubahan yang membawa bangsa ke arah yang lebih baik.
Disarankan agar mahasiswa lebih aktif mengikuti kegiatan kebangsaan, seperti seminar, diskusi, atau kegiatan sosial yang memperkuat rasa cinta tanah air dan semangat persatuan.
Daftar Pustaka
-
Materi Pembelajaran 1 – Nilai Kebangsaan dan Karakter Mahasiswa Indonesia.
-
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2021). Penguatan Pendidikan Karakter.
-
Soekarno, I. (1961). Pidato Lahirnya Pancasila.
Kelompok 1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Negara Indonesia dan Malaysia adalah dua negara tetangga di Asia Tenggara, dari segi geografis dua negara ini berdekatan dan juga berbatasan. Wilayah Malaysia Timur (Sabah dan Serawak) berbatasan langsung dengan Kalimantan Barat dan Timur, sementara Malaysia Barat berbatasan dengan Pulau Sumatera yang dipisahkan oleh Selat Malaka. Kedekatan geografis membuat interaksi Indonesia–Malaysia sulit dihindari. Sejak Persekutuan Tanah Melayu merdeka pada 1957 yang kemudian dikenal sebagai Malaysia, hubungan kedua negara terus terjalin. Walau tidak selalu mulus dan terkadang muncul konflik, biasanya masalah dapat diselesaikan melalui jalur mediasi. Indonesia dan Malaysia punya latar belakang sejarah yang mirip karena sama-sama pernah dijajah bangsa Barat. Bedanya, cara mereka meraih kemerdekaan nggak sama. Indonesia resmi merdeka pada 17 Agustus 1945 lewat pembacaan Proklamasi yang menekankan pentingnya kebebasan sekaligus menolak kolonialisme. Dua tahun kemudian, Malaysia juga berhasil merdeka, dan Indonesia ikut kasih dukungan. Selain faktor sejarah dan budaya yang serumpun, kedua negara juga menjalin hubungan erat di bidang ekonomi, politik, dan sosial. Perdagangan lintas batas, kerjasama pendidikan, serta interaksi masyarakat dari dua negara ini jadi bagian yang nggak bisa dipisahkan. Namun, hubungan ini juga kadang diuji dengan munculnya konflik, baik soal perbatasan wilayah, persoalan tenaga kerja, maupun perbedaan pandangan politik. Hal-hal inilah yang bikin hubungan Indonesia–Malaysia menarik buat dikaji, karena selalu ada dinamika antara kerjasama dan persaingan.
Tujuan
1. Menjelaskan gambaran umum sistem pemerintahan Indonesia dan Malaysia.
2. Membandingkan aspek penting dalam kedua sistem pemerintahan.
3. Menemukan persamaan dan perbedaan dari keduanya.
4. Menganalisis kelebihan dan kekurangannya
Metode Kajian
Laporan ini dilakukan dengan metode studi pustaka, yaitu mengumpulkan informasi dari berbagai sumber seperti buku, jurnal, artikel, serta dokumen resmi yang relevan dengan sistem pemerintahan Indonesia dan Malaysia. Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara perbandingan, dengan melihat persamaan dan perbedaan pada aspek-aspek tertentu, seperti bentuk negara, pemisahan kekuasaan, peran kepala negara dan kepala pemerintahan, mekanisme pemilu, hingga prinsip demokrasi dan supremasi hukum
Profil Sistem Pemerintahan di Indonesia
Indonesia merupakan negara kepulauan yang menganut sistem pemerintahan demokratis berdasarkan hukum. Sistem pemerintahan Indonesia mengalami berbagai dinamika sejak merdeka tahun 1945 hingga kini. Dalam perkembangan konstitusionalnya, Indonesia telah menetapkan bentuk negara kesatuan dengan sistem pemerintahan presidensial.
Laporan ini disusun untuk memberikan gambaran umum mengenai sistem pemerintahan Indonesia yang berlaku saat ini, meliputi struktur pemerintahan, pembagian kekuasaan, dan dasar hukum yang menjadi pijakan sistem tersebut:
1. Bentuk Negara: Negara Kesatuan
Indonesia menganut bentuk negara kesatuan, yaitu negara yang bersatu di bawah satu pemerintahan pusat. Namun, dalam pelaksanaannya, Indonesia juga menerapkan sistem desentralisasi melalui pemberian otonomi daerah, yang diatur dalam Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah.
2. Bentuk Pemerintahan: Republik
Sebagai negara republik, Indonesia dipimpin oleh seorang Presiden yang dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum. Presiden menjabat selama lima tahun dan dapat dipilih kembali untuk satu periode berikutnya.
3. Sistem Pemerintahan : Presidensial
Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial. Dalam sistem ini, Presiden memegang kekuasaan sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Presiden memiliki hak prerogatif dalam pengangkatan menteri dan tidak bertanggung jawab kepada parlemen, melainkan langsung kepada rakyat.
Karakteristik sistem presidensial di Indonesia antara lain:
Presiden dan wakil presiden dipilih langsung oleh rakyat
Presiden tidak dapat dijatuhkan oleh DPR kecuali melalui proses impeachment sesuai UUD
Pemisahan kekuasaan yang tegas antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif
4. Pembagian Kekuasaan (TRIAS POLITICA)
Pembagian kekuasaan di Indonesia mengikuti prinsip trias politica, yaitu:
1. Kekuasaan Legislatif
Dilaksanakan oleh:
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR): Membentuk undang-undang, menyusun APBN, dan mengawasi pelaksanaan pemerintahan.
Dewan Perwakilan Daerah (DPD): Mewakili kepentingan daerah dalam sistem legislatif.
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR): Gabungan DPR dan DPD yang memiliki wewenang antara lain mengubah dan menetapkan UUD.
2. Kekuasaan Eksekutif
Dilaksanakan oleh:
Presiden dan Wakil Presiden: Menjalankan roda pemerintahan nasional, mengangkat dan memberhentikan menteri, serta menetapkan kebijakan strategis nasional.
3. Kekuasaan Yudikatif
Dilaksanakan oleh lembaga peradilan independen:
Mahkamah Agung (MA): Mengawasi peradilan umum, tata usaha negara, dan militer.
Mahkamah Konstitusi (MK): Menguji undang-undang terhadap UUD 1945, memutus sengketa hasil pemilu, dan membubarkan partai politik jika diperlukan.
Komisi Yudisial (KY): Mengawasi perilaku hakim.
5. Dasar Hukum
Dasar hukum sistem pemerintahan Indonesia adalah:
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945)
Amandemen UUD 1945 (empat kali antara tahun 1999–2002) yang memperkuat sistem presidensial dan memperluas hak demokrasi rakyat.
6. Ciri Ciri Hukum Di Indonesia
Sistem demokrasi di Indonesia ditandai oleh:
Pemilu langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil
Kedaulatan rakyat yang dijalankan melalui lembaga-lembaga negara
Kebebasan pers dan kebebasan berpendapat
Adanya partisipasi publik dalam proses politik dan pengambilan keputusan
Otonomi daerah sebagai bentuk desentralisasi kekuasaan
Profil Sistem Pemerintahan di Malaysia
Malaysia adalah negara di kawasan Asia Tenggara yang memiliki sistem pemerintahan berbeda dengan negara-negara tetangganya. Sistem pemerintahan Malaysia merupakan kombinasi antara monarki konstitusional dan sistem parlementer demokratis, yang diwarisi dari sistem pemerintahan Inggris (Westminster system).
Laporan ini disusun untuk memberikan gambaran mengenai sistem pemerintahan Malaysia, mencakup bentuk negara, bentuk pemerintahan, struktur kekuasaan, serta peran lembaga-lembaga negara dalam penyelenggaraan pemerintahan:
1. Bentuk Negara: Federasi
Malaysia adalah negara federasi yang terdiri dari 13 negara bagian dan 3 wilayah federal. Dalam sistem federasi, kekuasaan dibagi antara pemerintah pusat dan pemerintah negara bagian, yang memiliki kewenangan masing-masing sesuai konstitusi.
2. Bentuk Pemerintahan: Monarki Konstitusional
Malaysia menganut sistem monarki konstitusional, yaitu kepala negara dijabat oleh seorang Raja (Yang di-Pertuan Agong) yang berperan secara simbolis dan konstitusional. Sistem ini dipadukan dengan sistem parlementer, di mana kekuasaan eksekutif dijalankan oleh Perdana Menteri dan kabinet.
3. Sistem Pemerintahan: Parlementer Demokratis
Malaysia menganut sistem pemerintahan parlementer, di mana kekuasaan eksekutif berasal dari dan bertanggung jawab kepada legislatif (parlemen). Kepala pemerintahan adalah Perdana Menteri, yang merupakan pemimpin partai atau koalisi mayoritas di parlemen.
Karakteristik sistem parlementer Malaysia antara lain:
Raja sebagai kepala negara dengan peran seremonial
Perdana Menteri sebagai kepala pemerintahan
Parlemen memiliki kekuasaan untuk menggulingkan pemerintah melalui mosi tidak percaya
4. Pembagian Kekuasaan
1. Kekuasaan Legislatif
Dilaksanakan oleh Parlemen Malaysia (Parlimen), yang terdiri dari dua kamar:
Dewan Rakyat (House of Representatives): Anggota dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilu.
Dewan Negara (Senat): Anggota diangkat oleh Raja dan sebagian dipilih oleh negara bagian.
2. Kekuasaan Eksekutif
Dilaksanakan oleh:
Yang di-Pertuan Agong: Kepala negara yang dipilih dari sembilan Sultan negara bagian setiap lima tahun sekali.
Perdana Menteri: Kepala pemerintahan yang ditunjuk oleh Raja berdasarkan mayoritas di Dewan Rakyat.
Kabinet: Menteri-menteri yang ditunjuk oleh Perdana Menteri dan disetujui oleh Raja.
3. Kekuasaan Yudikatif
Dilaksanakan oleh lembaga peradilan yang independen, terdiri dari:
Mahkamah Persekutuan (Federal Court): Pengadilan tertinggi di Malaysia.
Mahkamah Rayuan (Court of Appeal) dan pengadilan-pengadilan lainnya.
5. Dasar Hukum
Dasar hukum sistem pemerintahan Malaysia adalah:
Perlembagaan Persekutuan Malaysia (Federal Constitution) tahun 1957
Undang-undang tambahan dan kebijakan yang ditetapkan oleh Parlemen
Prinsip-prinsip hukum Inggris (common law) yang diadopsi ke dalam sistem hukum Malaysia
6. Ciri Khas Pemerintahan Malaysia
Monarki elektif: Raja dipilih dari sembilan penguasa negara bagian, bukan berdasarkan garis keturunan tetap.
Dualisme kekuasaan: Antara pemerintah pusat dan pemerintah negara bagian.
Sistem multi-partai: Terdapat banyak partai politik yang aktif, sering membentuk koalisi pemerintahan.
Pemisahan kekuasaan: Meskipun parlementer, Malaysia menerapkan pembagian kekuasaan antara legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
Tabel Perbandingan Sistem Pemerintahan Indonesia dan Malaysia
Berikut adalah tabel perbandingan yang dibuat berdasarkan analisis sebelumnya. Tabel ini dirancang secara tepat dan kompleks, dengan struktur yang mencakup lima aspek utama. Setiap aspek dibagi menjadi sub-komponen untuk kedalaman (misalnya, detail spesifik pada pemisahan kekuasaan). Kolom mencakup deskripsi untuk Indonesia, Malaysia, dan perbandingan/kesimpulan untuk menyoroti perbedaan serta implikasi. Data bersumber dari konstitusi masing-masing negara (UUD 1945 untuk Indonesia dan Perlembagaan Persekutuan 1957 untuk Malaysia), praktik politik terkini, dan prinsip umum demokrasi.
analisis kritis dan refleksi
Perbandingan Singkat Sistem Pemerintahan Indonesia dan Malaysia
Indonesia menerapkan sistem pemerintahan presidensial di mana Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan dipilih langsung oleh rakyat. Sistem politiknya multi partisan, dan sejak reformasi, Indonesia mengedepankan desentralisasi dengan memberikan otonomi kepada daerah. Meskipun demikian, sistem koalisi partai sering kali menciptakan ketidakstabilan politik.
Malaysia menggunakan sistem monarki konstitusional dengan sistem parlementer. Raja (Yang di-Pertuan Agong) memiliki peran seremonial, sementara Perdana Menteri memegang kekuasaan eksekutif. Malaysia adalah negara federal, namun kekuasaan politik lebih terpusat di pemerintah pusat. Sistem politik yang terpusat membuat proses pengambilan keputusan lebih cepat, tetapi dominasi satu partai besar (UMNO) mengurangi keberagaman politik.
Kelebihan dan Kekurangan:
Indonesia: Kelebihannya adalah transparansi dan partisipasi rakyat melalui pemilu langsung, tetapi koalisi politik sering menyebabkan ketidakstabilan.
Malaysia: Kelebihannya adalah efisiensi pengambilan keputusan, namun ketergantungan pada dukungan parlemen dan dominasi partai besar membatasi keberagaman politik.
Kesimpulan
Politik & Pemerintahan
Indonesia menganut sistem presidensial, sedangkan Malaysia menganut monarki konstitusional dengan sistem parlementer.
Keduanya sama-sama menekankan demokrasi, namun mekanisme dan tradisi politiknya berbeda.
Ekonomi
Indonesia memiliki pasar yang lebih besar karena jumlah penduduknya yang jauh lebih banyak, dengan potensi sumber daya alam yang berlimpah.
Malaysia memiliki ekonomi yang lebih terstruktur dengan pendapatan per kapita lebih tinggi, meskipun pasarnya lebih kecil.
Sosial & Pendidikan
Indonesia lebih majemuk dengan ratusan etnis dan bahasa, sementara Malaysia juga multikultural tetapi lebih dominan oleh tiga kelompok besar (Melayu, Cina, India).
Malaysia lebih maju dalam aspek pengelolaan pendidikan tinggi dan fasilitas, tetapi Indonesia unggul dalam kekayaan sumber daya manusia.
Budaya & Identitas Nasional
Keduanya memiliki akar budaya serumpun (Melayu), namun Indonesia lebih beragam secara etnis dan kesenian.
Malaysia lebih kuat dalam branding budaya Melayu sebagai identitas nasional, sementara Indonesia menekankan “Bhinneka Tunggal Ika.”
Rekomendasi
Kerja Sama Ekonomi
Indonesia dapat mencontoh efisiensi ekonomi Malaysia, sementara Malaysia bisa belajar dari skala pasar dan sumber daya Indonesia.
Keduanya sebaiknya memperkuat integrasi di ASEAN untuk menghadapi persaingan global.
Pendidikan & SDM
Indonesia perlu meningkatkan kualitas pendidikan dan riset seperti Malaysia.
Malaysia bisa mengadopsi kekuatan kreativitas dan keragaman budaya Indonesia dalam pengembangan inovasi.
Budaya & Identitas
Keduanya harus saling menghormati dan mengelola isu budaya dengan bijak agar tidak menimbulkan konflik.
Dapat saling mempromosikan budaya serumpun untuk memperkuat identitas Melayu-Nusantara di dunia internasional.
Politik & Tata Kelola
Indonesia bisa belajar soal stabilitas politik Malaysia, sementara Malaysia bisa mengadopsi keterbukaan demokrasi Indonesia.
Mind map
Perbandingan Indonesia dan Malaysia
TUGAS MANDIRI 02
Catatan Studi Pustaka: Sistem Pemerintahan dalam UUD 1945
Nama : Raihan BIntang Wirayudha
Nim : 41822010095
Pendahuluan
Dalam UUD 1945, sistem pemerintahan Indonesia diatur cukup jelas lewat pasal-pasal yang mengatur eksekutif, legislatif, yudikatif, serta hak dan kewajiban warga negara. Tugas ini bertujuan untuk memahami isi pasal-pasal tersebut, lalu menghubungkannya dengan artikel ilmiah yang membahas sistem pemerintahan Indonesia. Harapannya, lewat kajian ini saya bisa lebih paham soal makna konstitusi dan apa pengaruhnya buat sikap saya sebagai warga negara.
Ringkasan UUD 1945
-
Pasal 1 ayat (2) & (3): Kedaulatan ada di tangan rakyat dan negara kita berdasarkan hukum. Artinya, kekuasaan itu sumbernya dari rakyat, tapi dijalankan lewat aturan hukum supaya nggak sewenang-wenang.
-
Pasal 4: Presiden memegang kekuasaan pemerintahan. Jadi Presiden punya peran penting sebagai kepala pemerintahan, tapi tetap diatur dan dibatasi UUD.
-
Pasal 5–20: Pasal ini mengatur soal DPR, terutama fungsi legislatif. DPR punya peran bikin undang-undang, ngawasin pemerintah, dan jadi penyeimbang kekuasaan Presiden.
-
Pasal 24: Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh lembaga peradilan yang merdeka. Maksudnya biar hukum bisa ditegakkan tanpa campur tangan politik.
-
Pasal 27–34: Mengatur hak dan kewajiban warga negara, mulai dari hak atas pekerjaan, pendidikan, kesejahteraan, sampai kewajiban bela negara. Ini menunjukkan hubungan timbal balik antara negara dan warganya.
Ringkasan Artikel Ilmiah
-
Pakazeni (2020) – Analisis Sistem Pemerintahan di Indonesia pada Era Reformasi
Artikel ini bahas soal perkembangan sistem pemerintahan setelah reformasi. Intinya, secara aturan konstitusi kita udah jelas ada check and balance antara Presiden, DPR, dan lembaga lain. Tapi dalam praktiknya masih ada masalah, kayak pengaruh kepentingan politik dan lemahnya penegakan hukum. -
Nasution – Towards Constitutional Democracy in Indonesia
Artikel ini menjelaskan bagaimana Indonesia bergerak ke arah demokrasi konstitusional. Penulis menekankan pentingnya bukan hanya perubahan teks UUD 1945, tapi juga budaya politik dan konsistensi penegakan hukum. Jadi meskipun konstitusi sudah diamandemen, praktiknya masih harus terus diperbaiki.
Sintesis
Kalau dilihat dari UUD 1945, sistem pemerintahan kita itu udah dirancang supaya ada pembagian kekuasaan yang jelas: Presiden pegang eksekutif, DPR di legislatif, dan pengadilan di yudikatif. Tujuannya biar nggak ada kekuasaan absolut. Tapi dari artikel yang saya baca, ternyata praktik di lapangan nggak selalu sesuai dengan teks UUD. Masih banyak tantangan, misalnya kepentingan partai politik yang kuat, kurangnya independensi, dan masalah penegakan hukum. Jadi ada jarak antara “aturan ideal” dan “realita politik” di Indonesia.
Refleksi
Dari kajian ini, saya jadi paham kalau UUD 1945 itu bukan cuma dokumen hukum, tapi pedoman hidup berbangsa dan bernegara. Sebagai mahasiswa sekaligus warga negara, saya merasa penting untuk tahu hak dan kewajiban saya, sekaligus berperan aktif mengawasi jalannya pemerintahan, misalnya lewat kritik yang sehat atau partisipasi politik. Jadi kesadaran ini bikin saya lebih menghargai peran konstitusi dan pentingnya ikut berkontribusi, meskipun hal kecil seperti ikut pemilu atau diskusi kritis di kampus.
Daftar Pustaka
-
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
-
Pakazeni, I. (2020). Analisis Sistem Pemerintahan di Indonesia pada Era Reformasi. The Journalish.
- Nasution, A. B. (—). Towards Constitutional Democracy in Indonesia. University of Melbourne.
Tugas Mandiri 03
Narasumber:
Nama: Imanudin Firdaus
Usia: 22 tahun
Pekerjaan: Mahasiswa
Pendahuluan
Wawancara ini dilakukan dengan Imanudin Firdaus, seorang mahasiswa berusia 22 tahun yang memiliki kepedulian terhadap isu kebangsaan dan perkembangan generasi muda. Narasumber ini dipilih karena dianggap mampu memberikan pandangan yang mewakili perspektif generasi muda terhadap pentingnya identitas nasional di era modern.
Isi
Menurut Imanudin, identitas nasional adalah ciri khas yang menunjukkan jati diri bangsa Indonesia, baik dari segi budaya, bahasa, maupun nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Ia menilai bahwa identitas nasional menjadi dasar bagi masyarakat Indonesia untuk tetap bersatu di tengah perbedaan suku, agama, dan adat istiadat.
Dalam kehidupan sehari-hari, identitas nasional tercermin melalui penggunaan bahasa Indonesia, sikap toleransi antarwarga, serta rasa bangga terhadap budaya lokal. Ia juga menekankan pentingnya menjaga sopan santun dan gotong royong sebagai bagian dari kepribadian bangsa yang mulai luntur di kalangan muda.
Terkait tantangan menjaga identitas nasional, Imanudin berpendapat bahwa pengaruh budaya asing dan arus globalisasi menjadi faktor utama yang menyebabkan banyak anak muda melupakan jati diri bangsa. Ia menambahkan bahwa rendahnya literasi terhadap nilai-nilai kebangsaan membuat sebagian generasi muda lebih mudah terpengaruh oleh budaya luar tanpa menyaring nilai yang sesuai dengan kepribadian bangsa.
Menurutnya, generasi muda memiliki peran penting dalam memperkuat identitas nasional melalui pendidikan, kreativitas, dan penggunaan media sosial yang positif untuk menebarkan nilai cinta tanah air.
Penutup
Dari wawancara ini dapat disimpulkan bahwa Imanudin melihat identitas nasional sebagai fondasi penting dalam menjaga keutuhan bangsa. Sebagai mahasiswa, penulis menyadari bahwa mempertahankan identitas nasional bukan hanya tugas pemerintah, tetapi juga tanggung jawab seluruh generasi muda untuk terus mencintai, melestarikan, dan membanggakan budaya Indonesia.
Tugas Struktur 03
Storyboard Digital: “Pancasila dalam Kehidupan Sehari-Hari”
Narasi Pembuka
“Pancasila bukan hanya dasar negara, tapi pedoman hidup yang membentuk karakter warga Indonesia agar beriman, toleran, dan berintegritas dalam kehidupan sehari-hari.”
Adegan 1 – Gotong Royong
Ilustrasi: Mahasiswa membantu warga membersihkan lingkungan.
Dialog:
-
Dika: “Kerja bakti bikin lingkungan bersih dan hati senang.”
-
Rani: “Inilah wujud persatuan dan kepedulian sosial.”
Adegan 2 – Musyawarah
Ilustrasi: Mahasiswa rapat organisasi kampus.
Dialog:
-
Iman: “Kita ambil keputusan bersama lewat musyawarah, ya.”
-
Sinta: “Setuju, itu nilai demokrasi yang harus dijaga.”
Adegan 3 – Kejujuran
Ilustrasi: Mahasiswa mengembalikan barang yang ditemukan.
Dialog:
-
Rani: “Kamu jujur banget, contoh sikap berkeadilan sosial.”
-
Dika: “Hal kecil, tapi penting buat kepercayaan.”
Penutup
“Nilai Pancasila bisa diterapkan setiap hari — lewat gotong royong, musyawarah, dan kejujuran. Mari bangga mengamalkan Pancasila dan menjadi warga negara yang berkarakter.”
Tugas Mandiri 04
Refleksi Observasi: Integrasi Nasional di Lingkungan Kampus
a. Pendahuluan
Observasi ini dilakukan di lingkungan kampus Universitas Mercu Buana selama dua minggu. Lokasi ini dipilih karena kampus merupakan tempat pertemuan mahasiswa dari berbagai daerah, suku, dan agama, sehingga menjadi ruang ideal untuk melihat dinamika integrasi nasional. Tujuan observasi ini adalah untuk memahami bagaimana interaksi antar mahasiswa mencerminkan semangat persatuan serta sejauh mana nilai integrasi nasional diterapkan dalam kehidupan kampus sehari-hari.
b. Temuan Observasi
Selama observasi, penulis menemukan berbagai bentuk interaksi positif antar mahasiswa. Salah satu contohnya adalah kegiatan kerja bakti dan bakti sosial kampus, di mana mahasiswa dari latar belakang berbeda bekerja sama membersihkan area kampus dan mengumpulkan donasi untuk korban bencana. Kegiatan ini menunjukkan semangat gotong royong dan solidaritas tanpa memandang perbedaan.
Selain itu, pada momen perayaan hari besar agama, mahasiswa saling menghormati dan membantu satu sama lain. Misalnya, ketika bulan Ramadhan, mahasiswa non-muslim ikut menjaga ketenangan di lingkungan kampus, sementara saat perayaan Natal, banyak mahasiswa muslim turut memberikan ucapan dan bantuan logistik.
Namun, penulis juga mengamati adanya kecenderungan eksklusif antar kelompok, terutama dalam organisasi atau komunitas kampus tertentu yang lebih sering berinteraksi dengan sesama daerah asalnya. Meskipun tidak menimbulkan konflik terbuka, fenomena ini dapat mengurangi intensitas komunikasi lintas budaya di kampus.
c. Analisis
Temuan observasi ini sejalan dengan teori integrasi nasional, yaitu proses menyatukan berbagai perbedaan menjadi satu kesatuan bangsa berdasarkan nilai-nilai bersama seperti toleransi, kerja sama, dan saling menghormati. Kegiatan positif seperti gotong royong dan saling menghargai antaragama menunjukkan bahwa nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika masih hidup di kalangan mahasiswa.
Sementara itu, kecenderungan eksklusivitas kelompok bisa menjadi tantangan bagi integrasi nasional. Akar masalahnya dapat berasal dari faktor sosial dan kenyamanan dalam berinteraksi dengan kelompok yang memiliki kesamaan latar belakang. Kurangnya kegiatan lintas komunitas juga memperkuat sekat sosial yang seharusnya bisa diatasi melalui program bersama yang inklusif.
d. Refleksi Diri & Pembelajaran
Dari observasi ini, penulis belajar bahwa menjaga integrasi nasional tidak hanya tugas pemerintah, tetapi juga tanggung jawab setiap individu, termasuk mahasiswa. Penulis menyadari pentingnya membangun komunikasi lintas perbedaan dan menumbuhkan rasa empati terhadap sesama. Sebagai generasi muda, penulis merasa perlu aktif dalam kegiatan kampus yang mendorong kebersamaan, seperti forum lintas organisasi atau kegiatan sosial yang melibatkan semua pihak.
e. Kesimpulan & Rekomendasi
Secara keseluruhan, kehidupan kampus mencerminkan semangat persatuan dan toleransi yang kuat, meskipun masih terdapat potensi eksklusivitas antar kelompok. Untuk memperkuat integrasi nasional di lingkungan kampus, disarankan agar kampus lebih sering mengadakan kegiatan lintas komunitas dan meningkatkan edukasi kebangsaan melalui seminar atau kegiatan kebudayaan. Dengan begitu, semangat “Bhinneka Tunggal Ika” dapat terus tumbuh dan mengakar dalam diri mahasiswa sebagai generasi penerus bangsa.
Tugas Struktur 04
Tugas Mandiri 05
Tanggapan Kritis terhadap Webinar “Peran Generasi Muda dalam Memperkuat Demokrasi Indonesia”
Identitas dan Informasi Video
Judul Webinar: Peran Generasi Muda dalam Memperkuat Demokrasi Indonesia
Penyelenggara: Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI
Narasumber: Dr. Yulianto, M.Si. (Pakar Politik, Universitas Indonesia)
Tanggal: 12 Mei 2024
Link: YouTube KPU RI - Demokrasi Muda 2024
Ringkasan Argumentasi Utama
Dr. Yulianto menekankan pentingnya peran generasi muda dalam menjaga kualitas demokrasi pasca-Pemilu 2024. Demokrasi, menurutnya, tidak hanya soal pemilu, tetapi juga sejauh mana warga, terutama pemuda, aktif dan kritis dalam kehidupan publik. Ia menyoroti tantangan seperti apatisme politik, disinformasi, dan menurunnya kepercayaan publik terhadap lembaga negara. Meski partisipasi politik kaum muda turun 8% (Indonesian Political Index 2024), ia optimis generasi muda tetap mampu menjadi penggerak perubahan bila mendapat ruang dan edukasi politik yang baik.
Analisis Kritis
Argumen narasumber kuat karena berbasis data dan relevan dengan konteks demokrasi digital. Ia menunjukkan bahwa partisipasi tidak hanya melalui pemilu, tetapi juga lewat advokasi sosial dan gerakan digital, sesuai teori Democratic Innovation (Smith, 2021). Namun, kelemahannya terletak pada kurangnya pembahasan solusi konkret, khususnya peran pendidikan dalam meningkatkan literasi politik di daerah. Pandangannya juga bisa dikaitkan dengan teori Democratic Consolidation (Diamond, 2020) yang menekankan pentingnya keterlibatan warga muda dalam menjaga legitimasi demokrasi.
Refleksi dan Sintesis
Webinar ini menunjukkan bahwa masa depan demokrasi bergantung pada kesadaran politik generasi muda. Demokrasi bukan hanya memilih, tetapi juga ikut mengawasi dan menjaga transparansi publik. Sebagai mahasiswa, penulis merasa perlu aktif dalam forum kampus dan kegiatan sosial yang menanamkan nilai-nilai demokratis serta toleransi.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Webinar ini menegaskan peran strategis generasi muda dalam memperkuat demokrasi Indonesia. Pemerintah, kampus, dan media perlu bersinergi menyediakan ruang ekspresi politik dan literasi digital yang sehat. Diperlukan lebih banyak kegiatan pendidikan politik non-formal yang menarik bagi kaum muda.
Daftar Pustaka
Aspinall, E. (2023). Indonesia's Democratic Trajectory: An Analytical Overview. Journal of Democracy, 34(2), 45–62.
Diamond, L. (2020). Developing Democracy: Toward Consolidation. Johns Hopkins University Press.
Norris, P. (2020). Youth Political Participation in the Digital Age. Oxford Journal of Politics, 12(1), 67–84.
Smith, G. (2021). Democratic Innovations: Designing Institutions for Citizen Participation. Cambridge University Press.
Tugas Mandiri 06
Hak Warga Negara dalam Kehidupan Mahasiswa
Abstrak
Hak warga negara merupakan elemen mendasar dalam kehidupan berbangsa, termasuk bagi mahasiswa sebagai generasi penerus yang berperan dalam kemajuan nasional. Tulisan ini mengulas relevansi hak warga negara, khususnya hak atas pendidikan dan kebebasan berpendapat, dalam kehidupan mahasiswa. Melalui refleksi ini, penulis menekankan pentingnya kesadaran mahasiswa untuk memanfaatkan hak-hak tersebut secara bijak dan bertanggung jawab.
Kata Kunci: Hak Warga Negara, Mahasiswa, Pendidikan, Kebebasan Berpendapat, Refleksi
Pendahuluan
Konstitusi Indonesia menjamin berbagai hak dan kewajiban bagi setiap warga negara sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Bagi mahasiswa, pemahaman terhadap hak-hak tersebut menjadi hal penting karena mereka termasuk kelompok intelektual yang memiliki tanggung jawab moral dan sosial. Dua hak yang paling berkaitan dengan kehidupan mahasiswa adalah hak memperoleh pendidikan (Pasal 31 UUD 1945) dan hak menyatakan pendapat (Pasal 28E UUD 1945). Kedua hak ini menjadi dasar bagi mahasiswa untuk mengembangkan potensi diri, berpikir kritis, serta berkontribusi terhadap masyarakat dan negara.
Permasalahan
Walaupun hak-hak warga negara telah dijamin, pelaksanaannya di lingkungan mahasiswa masih menghadapi tantangan. Beberapa mahasiswa belum mendapatkan akses pendidikan yang setara karena kendala ekonomi, keterbatasan sarana, serta perbedaan kualitas antarperguruan tinggi. Di sisi lain, kebebasan berpendapat di kalangan mahasiswa kadang disalahgunakan tanpa mempertimbangkan etika akademik dan tanggung jawab sosial. Kondisi ini menunjukkan bahwa kesadaran terhadap penggunaan hak perlu terus diperkuat agar tidak menimbulkan perpecahan atau penyalahgunaan.
Pembahasan
Hak atas pendidikan memiliki peran penting dalam membentuk mahasiswa menjadi warga negara yang cerdas dan berkarakter. Perguruan tinggi seharusnya menjadi ruang bagi mahasiswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis, memahami nilai demokrasi, dan menanamkan rasa tanggung jawab sosial. Dengan demikian, pendidikan bukan hanya hak, tetapi juga kewajiban moral bagi mahasiswa untuk belajar dan berkontribusi bagi kemajuan bangsa.
Sementara itu, kebebasan berpendapat merupakan sarana bagi mahasiswa untuk menyuarakan ide, mengkritisi kebijakan, dan memperjuangkan keadilan sosial. Namun, kebebasan tersebut harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab, menghargai perbedaan pandangan, serta menjunjung etika komunikasi. Dalam era digital, mahasiswa juga perlu bijak memanfaatkan media sosial agar tidak terjebak dalam penyebaran hoaks atau ujaran kebencian yang merusak citra demokrasi.
Menurut Winataputra (2021), pembentukan kesadaran hak dan kewajiban warga negara dapat dilakukan melalui pendidikan kewarganegaraan yang berkelanjutan. Dengan memahami hak-hak konstitusionalnya, mahasiswa dapat berperan sebagai agen perubahan sosial yang memperjuangkan nilai-nilai keadilan, kesetaraan, dan kebebasan berpendapat yang bertanggung jawab.
Kesimpulan dan Saran
Hak warga negara, khususnya hak atas pendidikan dan kebebasan berpendapat, sangat relevan bagi mahasiswa karena menjadi dasar bagi pengembangan karakter, intelektualitas, dan peran sosial mereka. Mahasiswa perlu memahami bahwa kedua hak tersebut harus digunakan secara etis dan bertanggung jawab untuk mendukung demokrasi dan kemajuan bangsa.
Disarankan agar lembaga pendidikan tinggi lebih aktif dalam menanamkan kesadaran akan hak dan kewajiban warga negara melalui kegiatan seperti seminar, pelatihan literasi digital, serta forum diskusi publik. Dengan langkah tersebut, mahasiswa dapat menjadi warga negara yang tidak hanya menikmati hak, tetapi juga berkontribusi dalam mewujudkan kehidupan berbangsa yang adil, toleran, dan demokratis.
Daftar Pustaka
-
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
-
Winataputra, U. S. (2021). Pendidikan Kewarganegaraan: Demokrasi dan Masyarakat Madani. Universitas Terbuka Press.
-
Wahyono, T. (2023). Hak dan Kewajiban Warga Negara dalam Perspektif Pendidikan Demokrasi. Jakarta: Rajawali Pers.
-
Nuryadi, A. (2022). Peran Mahasiswa dalam Penguatan Demokrasi dan Hak Warga Negara. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan, 10(2), 56–64.
Tugas Struktur 06
Prinsip Keadilan dalam Penegakan HAM: Antara Ideal dan Realita
Abstrak
Tulisan ini membahas pentingnya prinsip keadilan dalam penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia. Meskipun secara ideal negara menjamin hak setiap warga, realitas di lapangan masih menunjukkan banyak ketimpangan. Artikel ini juga memuat refleksi mahasiswa tentang peran generasi muda dalam menegakkan nilai keadilan.
Pendahuluan
Keadilan merupakan dasar utama dalam penegakan HAM. Indonesia telah menegaskan komitmen terhadap HAM melalui UUD 1945, namun pelaksanaannya masih belum merata. Berbagai kasus diskriminasi dan pelanggaran menunjukkan bahwa prinsip keadilan belum sepenuhnya berjalan. Sebagai mahasiswa, penting memahami keadilan bukan sekadar teori, melainkan nilai yang harus diterapkan dalam kehidupan sosial.
Permasalahan
Masalah utama dalam penegakan HAM di Indonesia adalah adanya jarak antara idealisme hukum dan realitas praktiknya. Beberapa kendala yang muncul antara lain:
-
Kurangnya penegakan hukum terhadap pelanggaran HAM berat.
-
Ketimpangan akses keadilan bagi masyarakat kecil.
-
Pengaruh politik dalam proses hukum.
Pembahasan
Menurut John Rawls, keadilan harus memberi kebebasan yang sama dan perlindungan bagi semua orang. Namun dalam praktiknya, hukum sering kali tidak berpihak pada masyarakat lemah. Kasus pelanggaran HAM masa lalu menjadi bukti bahwa keadilan belum ditegakkan secara utuh.
Sebagai mahasiswa, kita bisa menerapkan nilai keadilan melalui sikap jujur, menghargai perbedaan, dan berani menyuarakan kebenaran. Partisipasi aktif dalam kegiatan kampus dan sosial juga menjadi langkah nyata dalam menanamkan nilai HAM dan keadilan di lingkungan sekitar.
Kesimpulan dan Saran
Keadilan adalah cita-cita besar bangsa, namun masih jauh dari sempurna. Mahasiswa memiliki peran penting untuk menumbuhkan kesadaran dan sikap adil dalam kehidupan sehari-hari. Pemerintah perlu memperkuat lembaga hukum yang independen, dan pendidikan harus menanamkan nilai HAM sejak dini agar tercipta masyarakat yang berkeadilan.
Daftar Pustaka
-
UUD 1945 Pasal 28A–28J
-
Rawls, J. (1971). A Theory of Justice. Harvard University Press.
-
Komnas HAM RI. (2024). Laporan Penegakan HAM di Indonesia.




